Selasa, 13 November 2012

PROPOSAL QARHUL HASAN

PROPOSAL PENELITIAN QARDHUL HASAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Perbankan dalam kehidupan suatu Negara merupakan salah satu agen pembangunan (agent of development). Hal ini dikarenakan adanya fungsi utama dari perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan yaitu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurakan kembali dalam bentuk kredit, pinjaman atau dalam bentuk lainnya guna meningkatkan taraf hidup rakyat banyak .
Secara filosofis, bank syariah adalah bank yang aktifitasnya meninggalkan masalah riba’. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi dunia islam pada masa ini. Oleh karena itu, mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut dengan bank syariah, didirikan. Pada dasarnya, aktivitas Bank Islam tidak jauh berbeda dengan aktifitas aktivitas bank-bank yang telah ada. Perbedaannya selain terletak pada orientasi konsep, juga terletak pada konsep dasar operasionalnya yang belandaskan pada ketentuan-ketentuan dalam Hukum Islam.
Sektor hukum perbankan di Indonesia mengalami perkembangan signifikan dengan diundangkannya UU No.10 tahun 1998, tentang perbankan yang secara umum mendeskripsikan tentang pengaturan landasan hukum, serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.undang-undang tersebut memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk melakukan konversi ke sistem syariah dengan cara membuka cabang syariah dan selanjutnya konversi secara total ke sistem syariah . Hal ini terjadi karena didalam kebijakan perbankan di Indonesia pasca diundangkannya undang-undang ini secara tegas mengakui eksistensi dari Bank Islam (Islamic Banking) atau yang lebih kita kenal dengan Bank Syariah. Bank Syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberi pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalulintas pembayaran, serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan dengan prinsip-prinsip Syariah .
Pada ketentuan pasal 1 ayat 13 UU No.10 Thn 1998, prinsip syari’ah diartikan sebagai atuaran perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai wewengan syari’ah. Perkembangan sektor perbankan syariah, terutama pasca UU No.10 tahun 1998 maka diharapkan dapat lebih membantu perkembangan UKM ini melalui pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah. Melalui pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah dengan karakteristik yang berbeda dengan kredit atau pinjaman (loan) dari bank konvensional, maka UKM akan dapat memenuhi kebutuhan permodalan yang dimaksud. Bukti semaraknya perkembangan perbankan Syari’ah pertumbuhan Bank Syari’ah yang berada di Jawa Tengah yg cukup menggembirakan di tengah persaingan bisnis perbankan yang makin ketat. Misalnya Bank Syariah Mandiri yang telah dioperasikan sejak tanggal 1 November 1999 yang merupakan buah usaha bersama dari para perintis Bank Syariah di PT. Bank Susila Bakti dan manajemen PT. Bank Mandiri (Persero) yang memandang pentingnya kehadiran Bank Syariah dilingkungan PT. Bank Mandiri (Persero) yang tampil dengan konsep lebih adil dan transparan yang lebih memfokuskan pada segmen pasar masyarakat kalangan menengah kebawah yang berkomitmen pada pemberdayaan UKM yang sampai saaat ini pihaknya telah memberikan pinjaman kepada kelompok pengusaha kecil di wilayah kendal dan sekitarnya .
Pada saat ini, Bank Syariah Mandiri lebih memfokuskan pada segmen pasar masyarakat kalangan menengah ke bawah. Dari segi pembiayaan lembaga tersebut memiliki komitmen pada pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM). Hal itu dilakukan dengan pertimbangan resiko yang bakal dihadapi kecil sebagai tahap awal penetrasi. UKM terbukti dapat bertahan di saat krisis ekonomi sehingga dapat lebih diandalkan dalam hal pengembalian pinjaman.
Melihat kondisi seperti itu, Bank Syari’ah Mandiri sebagai salah satu bank yang berada di wilayah kendal merasa perlu untuk membantu permasalahan yang mereka hadapi. Untuk melengkapi masalah ini Bank Syariah Mandiri, memberikan tanggapan bahwa Bank Syariah Mandiri akan memperlebar bidikan nasabah ke kelompok pengusaha UKM atau para pelaku usaha mikro kecil di wilayah tersebut dengan menggunakan skema pinjamannya menggunakan Qardhul Hasan.
Selama ini skema sepereti Qardhul Hasan yang memberikan pinjaman tanpa bunga dan jaminan memang menjadi ciri khas perbankan yang berlabel syariah. Khususnya di Bank Syariah Mandiri, skema ini terutama untuk menyalurkan dana zakat, infaq, dan Shadaqah karyawannya. Selain itu dana bagi hasil nasabah dipercayakan kepada Bank Syariah Mandiri untuk disalurkan. Slema Qardhul Hasan sifatnya bisa bergulir jika diperuntukkan bagi sektor usaha produktif.
Saat ini pihaknya memberikan pinjaman kepada kelompok pengusaha kecil di wilayah kendal dan sekitarnya. Melihat masalah di atas penulis merasa tertarik untuk menelitinya lebih lanjut, dan hasil dari penelitian itu penulis susun dalam bentuk proposal skripsi yang berjudul “PENGARUH PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG KENDAL TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA KECIL”

1.2 RUMUSAN MASALAH
Untuk mencapai tujuan dari pembahasan judul di atas, maka penulis merumuskan dan membatasi permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pembiayaan Qardhul Hasan pada Bank Syariah Mandiri cabang Kendal terhadap perkembangan usaha kecil?
2. Bagaimana peranan pembiayaan Qardhul Hasan pada Bank Syariah Mandiri cabang Kendal terhadap perkembangan usaha kecil?
1.3 TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN
a. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pembiayaan Qardhul Hasan pada Bank Syariah Mandiri cabang Kendal terhadap perkembangan usaha kecil
2. Untuk mengetahui peranan pembiayaan Qardhul Hasan pada Bank Syariah Mandiri cabang Kendal terhadap perkembangan usaha kecil.

b. Manfaat Penelitian
Semoga penelitian ini membawa manfaat bagi bebeerapa pihak, diantaaranya :
1. Bagi Bank Syariah Mandiri
Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan bahwa pembiayaan Qardhul Hasan pada Bank Syariah Mandiri memberikan manfaat terhadap kinerja usaha kecil nasabahnya, serta sebagai salah satu sarana sosialisasi atau pengenalan kepada masyarakat tentang akad Qardhul Hasan.
2. Bagi Akademik
Sebagai tambahan referensi dan informasi khususnya bagi mahasiswa mengenai akad qardhul hasan.
3. Bagi Peminjam
Untuk memperkaya wawasan pengetahuan ilmiah sehingga dapat dijadikan dasar serta sebagai salah satu studi banding bagi penulis lainnya untuk melakukan penelitian selanjutnya, terutama mengenai pembiayaan berbasis syariah.
4. Bagi Penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan kerangka dalam melakukan penelitian yang berkaitan pembiayaan qardhul hasan, terutama pada Bank Syariah mandiri.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, terdiri dari Latar belakang, perumusan masalah serta tujuan dan manfaat penelitian,dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka, terdiri dari kerangka teori pendukung yang terdiri atas teori-teori Qardh, penelitian terdahulu dan kerangka pikir serta terdiri dari hipotesis penelitian.
BAB III Metode Penelitian, terdiri dari Jenis dan Sumber Data Penelitian, Populasi dan Sampel, Metode Pengumpulan Data, Variabel Penelitian dan Pengukuran serta Teknik Analsis Data.
BAB IV Analisis Data dan Pembahasan, terdiri dari Penyajian Data, Analisis Data dan Interpretasi Data
BAB V Kesimpulan dan Saran, terdiri dari kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran dalam penelitian ini.

Selasa, 20 Maret 2012

TEORI ORGANISASI MODERN

Teori Organisasi Modern I. PENDAHULUAN Organisasi dan lingkungannya adalah saling tergantung, masing-masing tergantung pada yang lain sebagai sumber. Teori modern adalah multidisiplin dengan sumbangan dari berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan. Interaksi dinamis antar proses-proses, bagian-bagian dan fungsi-fungsi dalam suatu organisasi, maupun dengan organisasi lain, dam dengan lingkungan merupakan inti pembahasan teori modern. Bab-bab sebelumnya membahas teori-teori dan cara-cara penyusunan organisasi tradisional. Seperti terlihat dalam kenyataan, pendekatan-pendekatan klasik ini masih banyak dijumpai dalam berbagai tipe organisasi. Tetapi, bagaimanapun juga, semua bidang masyarakat modern sedang mengalami suatu proses perubahan yang dramatik, terutama yang menyangkut organisasi-organisasi formal. Tidak semua cara-cara tradisional terus relevan dengan organisasi modern. II. PERMASALAHAN A. Dasar Pemikiran Teori Organisasi Modern? B. Pendekatan-pendekatan Manajemen? III. ISI A. Dasar Pemikiran Teori Organisasi Modern Teori organisasi dan manajemen modern dikembangkan sejak tahun 1950, walaupun beberapa tulisan telah di buat sebelumnya. Teori modern dalam banyak hal mendasar berbeda dengan teori klasik. Pertama : teori klasik memusatkan pandangannya pada analisa dan deskripsi organisasi. Teori modern, dengan tekanan pada perpaduan dan perancangan, menyediakan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh. Kedua : ilmu pengetahuan klasik telah membicarakan konsep koordinasi, skalar dan vertical. Teori neoklasik, sebenarnya bukan teori, mengubah teori klasik dengan menekankan pentingnya aspek perilaku manusia dalam organisasi. Teori modern bisa disebut sebagai teori organisasi dan manajemen umum yang memadukan teori klasik dengan konsep-konsep yang lebih maju. Ini dilakukan dengan memandang organisasi sebagai suatu proses dinamis yang terjadi dengan dan dalam hal-hal yang umum, dikendalikan oleh struktur. Teori modern cenderung memandang organisasi sebagai sistem terbuka, dengan dasar analisa konseptual, dan didasarkan pada empiris, serta sifatnya sintesa dan integratif. Teori modern menyebutkan bahwa kerja suatu organisasi adalah sangat kompleks, dinamis, multilevel, multidimensional, multivariable, dan probabilistik. Organisasi terdiri dari antar hubungan-hubungan dalam suatu sistem, organisasi terdiri atas tiga unsur, yakni : 1) Unsur struktur yang bersifat makro. 2) Unsur proses yang juga bersifat makro. 3) Unsur perilaku anggota organisasi yang bersifat mikro  Teori Sistem Umum. Teori sistem umum merupakan suatu aspek analisis organisasi yang berusaha untuk menemukan kaidah-kaidah umum organisasi yang berlaku universal. Tujuan teori sistem umum adalah penciptaan suatu ilmu pengetahuan organisasional universal dengan menggunakan elemen-elemen dan prose-proses umum seluruh sistem sebagai titik awal. Ada beberapa tingkatan sistem yang harus diintegrasikan. Kenneth boulding mengemukakan klasifikasi tingkat-tingkat sistem sebagai berikut : 1) Struktur statik. 2) Sistem dinamik sederhana. 3) Sistem sibernetik. 4) Sistem terbuka. 5) Sistem genetika sosial. 6) Sistem hewani. 7) Sistem manusiawi. 8) Sistem sosial. 9) Sistem transendental. Konsep ini menjadi dasar utama analisa organisasi dalam teori organisasi modern. Teori organisasi modern mempunyai kesamaan dengan teori sistem umum dalam cara memandang organisasi sebagai sesuatu yang terintegrasi. Perbedaannya hanya teletak pada tingkatan yang dicakup dalam bahasannya. Teori sistem umum membicarakan setiap tingkatan sistem, sedangkan teori organisasi modern memusatkan diri terutama pada tingkatan organisasi manusia. Secara ringkas, kedua teori ini (teori organisasi modern dan teori sistem umum) mempelajari : 1. Bagian-bagian (individu-individu) dalam kesseluruhan dan pergerakan individu di dalam dan di luar sistem. 2. Interaksi individu-individu dengan lingkungan yang terjadi dalam sistem. 3. Interaksi di antara individu-individu dalam sistem. 4. Masalah-masalah pertumbuhan dan stabilitas sistem.  Teori Organisasi dalam Suatu Kerangka Sistem Teori organisasi modern adalah multidisipliner yang konsep-konsep dan teknik-tekniknya dikembangkan dari banyak bidang studi. Seperti sosiogi, teori administrasi, ekonomi, psikologi, dan banyak bidang-bidang lainnya. Teori modern berusaha untuk memberikan sintesa yang menyeluruh bagian-bagian yang berhubungan dengan semua bidang studi tersebut untuk mengembangkan suatu teori organisasi yang diterima umum. Hal ini sering disebut analisa sistem pada organisasi. Atas dasar uraian di atas, faktor-faktor yang membedakan kualitas teori organisasi modern dengan teori-teori organisasi lainnya adalah dasar konsepsional – analitisnya, ketergantungannya pada riset empirik dan di atas semuanya, sifat pemaduan dan pengintegrasiannya. Kualitas-kualitas ini merupakan kerangka filosofi yang diterima sebagai suatu cara untuk mempelajari organisasi sebagai suatu sistem. B. Pendekatan-pendekatan Manajemen. Berikut ini merupakan penjelasan akan pendekatan-pendekatan manajemen menurut referensi yang telah kami peroleh, yakni: 1. Pendekatan Proses. 2. Pendekatan keperilakuan . 3. Pendekatan kuantitatif. 4. Pendekatan Sistem. 5. Pendekatan Contingency (Situasional). 1. Pendekatan Proses Pendekatan proses dalam manajemen juga disebut pendekatan fungsional, operasional, universal, tradisional, atau klasik. Para pencetus pendekatan ini bermaksud untuk mengidentifikasikan fungsi-fungsi manajemen dan kemudian menetapkan prinsip-prinsip dasar organisasi dan manajemen. Dalam bukunya yang berjudul The Elements of Administration, Lyndall Urwick menyebutkan dua puluh sembilan prinsip, sedangkan Fayol mengemukakan empat belas prinsip. Prinsip-prinsip ini dinyatakan kedua tokoh ini hampir mencakup semua prinsip pendekatan klasik. Empat prinsip pendekatan proses klasik yang penting adalah: 1. Kesatuan Perintah, 2. Persamaan Wewenang dan Tanggung Jawab 3. Rentang Kendali yang Terbatas 4. Delegasi Pekerjaan-pekerjaan rutin. 2. Pendekatan Keperilakuan Pendekatan keperilakuan muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap pendekatan klasik. Pendekatan ini sering disebut pendekatan hubungan manusiawi (human relation approach), mengemukakah bahwa pendekatan klasik tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja, karena mengabaikan faktor perilaku masing-masing individu yang berbeda-beda dalam organisasi. Pendekatan keperilakuan menekankan pentingnya kooperasi dan moral karyawan. Pembahasan ‘sisi8 perilaku manusia” dalam manajemen ini secara sederhana menyatakan bahwa “memperlakukan karyawan lebih sebagai manusia (bukan mesin-mesin dalam proses produksi) akan memperbaiki moral mereka dan akan membuat karyawan bersedia bekerja sama dengan manajemen dalam pencapaian produktivitas operasi organisasi. 3. Pendekatan kuantitatif Pendekatan kuantitatif sering dinyatakan dengan istilah management science atau opertions research (OR). Pendekatan ini terutam memandang manajemen dari perspektif model-model matematis dan proses-proses kuantitatif. Menurut pendekatan kuantitatif, masalah-masalah manajemen dapat dirumuskan dan dijabarkan dalam berbagai bentuk model matematis, dan kemudian dianalisa serta dipecahkan dengan menggunakan berbagai teknik atau metoda kuantitatif untuk memperoleh hasil optimum. Pendekatan ini menganalisa masalah menajemen secara logic dan mengembangkan berbagai alternative keputusan pemecahannya. 4. Pendekatan Sistem Merupakan pendekatan yang ditetapkan paling akhir, dan dapat dipahami dengan sudut pandangan teori sistem umum atau analisis sistem. Pendekatan sistem terutama menekankan saling ketergantungan dan keterkaitan bagian-bagian organisasi sebagai keseluruhan. Pendekatan ini memberikan kepada manajemen cara memandang organisasi sebagai keseluruhan dan sebagai bagian lingkungan eksternal yang lebih luas. 5. Pendekatan Situasional Pendekatan Situasional muncul Karena ketidakpuasan atas tanggapan keuniversalan dan kebutuhan memasukkan berbagai variable lingkungan ke dalam teori dan praktek manajemen. Pendekatan ini menggunakan hubungan-hubungan fungsional “bila- maka” (if – then). Dimana “bila” menunjukkan variable-variabel lingkungan dan “maka” terdiri atas konsep-konsep dan teknik-teknik manajemen, yang mengarahkan ke pencapaian tujuan organisasi. Ada tiga komponen pokok dalam kerangka konseptual untuk pendekatan situasional : lingkungan, konsep-konsep dan teknik-teknik manajemen dan hubungan kontingensi antara keduanya. IV. KESIMPULAN Dari uraian-uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa pada tahun 1950 telah dikembangkannya teori organisasi modern yang bisa disebut sebagai teori organisasi dan manajemen umum yang memadukan teori klasik dengan konsep-konsep yang lebih maju, Teori modern cenderung memandang organisasi sebagai sistem terbuka, dengan dasar analisa konseptual, dan didasarkan pada empiris, serta sifatnya sintesa dan integratif. Dalam teori organisasi modern ini terdapat beberapa teori, yakni teori sistem umum yang merupakan suatu aspek analisis organisasi yang berusaha untuk menemukan kaidah umum organisasi, dan teori organisasi dalam suatu kerangka sistem. Perkembangan teori organisasi yang telah kita bahas di depan, memberikan dasar munculnya berbagai pendekatan manajemen yang berbeda-beda. Berikut ini sebagai rangkuman, akan pendekatan-pendekatan manajemen yang telah kami paparkan tadi, yakni pendekatan-pendekatan proses, perilaku, kuantitatif, sistem dan situasional. V. PENUTUP Alhamdulillah, akhirnya makalah ini bisa kami selesaikan. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pencarian materi dan dalam penyampaiannya. Oleh karenanya kritik atau saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan guna mencapai kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan ilmu akan penjelasan-penjelasan teori organisasi modern dan semoga saja kita semua bisa menerapkan teori ini dlam masa depan kita semua. Aamiin. DAFTAR PUSTAKA  http://damasandhika.blogspot.com/2011/02/bab-iv-teori-organisasi-modern.html  http://elqorni.wordpress.com/2009/04/01/resume-teori-organisasi/  http://hardiaputra.blogspot.com/2008/03/teori-organisasi-klasik.html  Reksohadiprodjo, Sukanto. 1992. Organisasi Perusahaan. Yogyakarta: BPFE

DINAMIKA KONFLIK DALAM ORGANISASI

DINAMIKA KONFLIK DALAM ORGANISASI I. PENDAHULUAN Kata ‘Konflik’ itu berasal dari bahasa Latin ‘Confligo’, yang terdiri dari dua kata, yakni ‘con’, yang berarti bersama-sama dan ‘fligo’, yang berarti pemogokan, penghancuran atau peremukan. Menurut dalam bahasa Indonesia kata "konflik" berarti "pertentangan" atau "percekcokan". Konflik atau pertentangan bisa terjadi pada diri seseorang (konflik internal) ataupun di dalam kalangan yang lebih luas. Dalam organisasi istilahnya menjadi "konflik organisasi" (organizational conflict). Para ahli memberikan definisi yang berbeda tentang konflik organisasi, sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Terdapat satu kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai pendapat, bahwa konflik adalah suatu proses yang bermula dari konflik laten (terpendam). Jika tidak diselesaikan akan berkembang dan membahayakan organisasi. Kemudian, Konflik juga adalah suatu perilaku beroposisi. Artinya, orang yang terlibat konflik akan melakukan hal-hal yang menentang atau menghalangi usaha lawan. Terakhir, Konflik adalah suatu hubungan yang selalu terjadi pada setiap manusia selama dia melakukan hubungan. II. PERMASALAHAN A. Jenis-jenis Konflik B. Konflik antar Pribadi C. Konflik Organisasional III. ISI A. Jenis-jenis konflik Adapun mengenai jenis-jenis konflik, ada beberapa orang yang mengelompokkan konflik menjadi sebagai berikut : 1. Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (person role conflict). 2. Konflik antar peranan (inter-role conflict), yaitu persoalan timbul karena satu orang menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan. 3. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender conflict). 4. Konflik yang timbul karena disampaikan informasi yang saling bertentangan (interasender conflict). Dalam kehidupan organisasi, konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, berikut 5 (lima) jenis konflik tersebut : 1. Konflik dalam diri individu, Terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuanya. 2. Konflik antar individu dalam dalam organisasi yang sama, Konflik ini terjadi karena adanya perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan, Seperti antara manajer dan bawahannya. 3. Konflik antara individu dan kelompok, Berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. 4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, Terjadi karena pertentangan kepentingan antar kelompok. 5. Konflik antar organisasi, Konflik ini timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu Negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi dan jasa, harga-harga lebih rendah dan penggunaan sunber daya lebih efisien. B. Konflik antar Pribadi Aspek-aspek konflik antar pribadi (Interpersonal) atau antar individu merupakan suatu dinamika penting perilaku organisasional. Tipe konflik antar peranan yang juga dibahas dimuka tentu saja mempunyai implikasi-implikasi antar pribadi. Dalam istilah-istilah sederhana Johari atas dasar apakah seseorang mengetahui tentang dirinya atau orang lain : 1. Pribadi terbuka (open self) 2. Pribadi tersembunyi (hidden self) 3. Pribadi Buta (blind self) 4. Pribadi tak terkenal (undiscoveresd self) Tujuan pedoman bagi pengadaan umpan balik untuk hubungan-hubungan antar pribadi yang efektif dapat diperinci sebagai berikut: 1. Menjadi lebih deskriptif daripada bersifat pertimbangan. 2. Menjadi lebih spesifik daripada umum. 3. Menangani hal-hal yang dapat diubah. 4. Memberikan umpan balik bila diinginkan. 5. Memperhatikan motif-motif pemberian dan penerimaan umpan balik. 6. Memberikan umpan balik pada saat perilaku berlangsung. 7. Memberikan umpan balik bila akurasinya dapat di cek dengan orang-orang lain. Dari keseluruhan tujuan tersebut, dapat membantu untuk mengurangi potensi konflik antar pribadi. Berbagai strategi Penyelesaian Konflik Antar Pribadi Kalah-kalah pendekatan kalah-kalah (lose-lose approach) untuk penyelesaian konflik adalah dimana kedua belah pihak kalah. Menang-kalah Strategi menang kalah (win-lose strategy) adalah cara paling umum untuk memecahkan masalah konflik dalam masyarakat yang berbudaya kompetitif. Menang-menamg Strategi menang-menang (win-win strategy) untuk menyeslesaikan konflik mungkin adalah yang paling diinginkan dari sudut pandangan manusiawi dan organisasional. Untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu: 1) Menciptakan kontak dan membina hubungan 2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan 3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri 4) Menentukan tujuan 5) Mencari beberapa alternatif 6) Memilih alternatif 7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar C. Konflik organisasional  Konflik Struktural Dalam organisasi klasik ada empat bidang struktural dimana konflik sering terjadi: 1. Konflik hirarkis, yaitu konflik antara berbagai tingkat organisasi. 2. Konflik fungsional, yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi 3. Konflik lini-staf, yaitu konflik antara lini dan staf 4. Konflik-informal, yaitu konflik antara organisasi formal dan informal Peranan Konflik dalam Organisasi Secara traditional, pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan sebagai berikut: 1. Konflik menurut definisinya dapat dihindarkan 2. Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau dan primadona 3. Korban diterima sebagai hal yang tak dapat dielakan Menghindari Konflik Konflik mungkin timbul dan sulit untuk mencegahnya, dikemukakan bahwa perlu juga membuka segala hal yang menyebabkan orang tidak setuju satu sama lain terhadap suatu hal. Caranya dengan: 1. Prosedur kalah 2. Kotak saran 3. Kebijaksanaan pintu terbuka 4. Pertemuan kelompok 5. Rapat Anggota Menyelesaikan Konflik Pimpinan dapat melakukan tindakan alternatif seperti dikemukakan dibawah ini: 1. Menggunakan kekuasaan 2. Konfrontasi 3. Kompromi 4. Menghaluskan situasi 5. Pengunduran diri Penyelesaian konflik dalam organisasi seperti itu sifatnya akan kreatif dan konstruktif, yaitu dengan tercapainya kesesuaian antar anggota dimana para anggota memperagakan sikap, perilaku dan tindakan yang harmonis. IV. KESIMPULAN Dari keseluruhan materi diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa terdapat beberapa jenis-jenis konflik yakni, person role conflict, inter-role conflict, intersender conflict, interasender conflict. Sedangkan dalam kehidupan organisasi, terdapat 5 (lima) jenis konflik yang dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan, yakni :Konflik dalam diri individu, Konflik antar individu dalam dalam organisasi yang sama, Konflik antara individu dan kelompok, Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, Konflik antar organisasi. V. PENUTUP Alhamdulillah, dengan ijin Allah SWT akhirnya makalah ini bisa kami selesaikan. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pencarian materi dan dalam penyampaiannya. Oleh karenanya kritik atau saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan guna mencapai kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan ilmu serta inspirasi kepada kita semua dalam menyikapi dan menghadapi pembagian dan penyaluran zakat pada khususnya. DAFTAR PUSTAKA Anoraga, Pandji dan Sri Suyati. 1995. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. DUNIA PUSTAKA JAYA Handoko.T.Hani.2003.Manajemen.Yogyakarta : BPFE http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/dinamika-konflik-pengambilan-keputusan/ http://rajapresentasi.com/2009/05/manajemen-konflik-cara-mengelola-konflik-secara-efektif/ http://sulistio90.blogspot.com/2011/05/bab-x-dinamika-konflik-dalam-organisasi.html#comment-form/ http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.htm1 maaf bila referansi yang saya gunakan masih sedikit

AMIL ZAKAT - MANAJEMEN ZIS

AMIL ZAKAT I. PENDAHULUAN Zakat merupakan Ibadah yang masuk kedalam Rukun Islam yang ketiga,sebagaimana telah diungkapkan dalam hadis Nabi sehingga keberadaanyamerupakan bagian yang mutlak dari keIslaman seseorang, bahkan didalam Al-Qur’an terdapat dua puluh tujuh ayat yang menjajarkan kewajiban Sholat dengan Zakat dalam berbagai bentuk kata. Selama pelaksanaannya, fungsi daripada Zakat itu sendiri belum begitu maksimal, karena belum berfungsinya Zakat sebagai instrumen pemerataan dan belum terkumpulnya Zakat secara optimal di lembaga-lembaga pengumpul Zakat, karena pengetahuan masyarakat terhadap harta yang wajib dikeluarkan Zakatnya masih terbatas. Pemberdayaan ekonomi Ummat Islam melalui pelaksanaan ibadah zakat masih banyak menemui hambatan yang bersumber terutama dari kalangan Ummat Islam itu sendiri. Kesadaran pelaksanaan zakat masih di kalangan Ummat Islam masih belum diikuti dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ibadah yang satu ini, khususnya jika diperbandingkan dengan ibadah wajib lainnya seperti sholat dan puasa. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat dan mekanisme pembayaran yang dituntunkan oleh syariah Islam menyebabkan pelaksanaan Ibadah zakat menjadi sangat tergantung pada masing-masing individu. Hal tersebut pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar pelaksanaan ibadah harta ini menjadi lebih efektif dan efisien. II. PERMASALAHAN A. Apa Pengertian Amil Zakat dalam Kitab-Kitab Fiqh dan perundang-undangan? B. Syarat Amil Zakat profesional? III. PEMBAHASAN A. Pengertian Amil Zakat dalam Kitab-Kitab Fiqh dan Perundang-undangan Amil adalah berasal dari kata bahasa Arab ‘amila-ya’malu yang berarti bekerja. Berarti amil adalah orang yang bekerja. Dalam konteks zakat, Menurut Qardhawi yang dimaksudkan amil zakat dipahami sebagai pihak yang bekerja dan terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam hal pengelolaan zakat. Jika yang mengelola adalah lembaga, maka semua pihak yang terkait dengannya adalah amil, baik itu direkturnya, para pegawai di bidang manajemen, keuangan, pendistribisian, pengumpulan, keamanan dan lain-lain. Mereka ini mendapatkan gaji dari bagian Amil Zakat tersebut. Pengertian Amil menurut pendapat empat Mazhab memiliki beberapa perbedaan namun tidak signifikan. Imam Syafi’i mendefinisikan Amil sebagai orang yang bekerja mengurusi Zakat, sedang dia tidak mendapat upah selain dari zakat tersebut. Mażhab ini merumuskan ‘Amil sebagai berikut: “Amil zakat yaitu orang-orang yang dipekerjakan oleh Imam (pemerintah) untuk mengurus zakat. Mereka adalah para karyawan yang bertugas mengumpulkan zakat, menulis (mendatanya) dan memberikan kepada yang berhak menerimanya”. Dimasukkannya Amil sebagai Asnaf menunjukkan bahwa Zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada seseorang (individual), tapi merupakan tugas jamaah (bahkan menjadi tugas negara). Zakat punya anggaran khusus yang dikeluarkan daripadanya untuk gaji para pelaksananya. Hanafi memberikan pengertian yang lebih umum yaitu orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat. Pendapat Imam Hanbal yaitu pengurus zakat, yang diberi zakat sekadar upah pekerjaannya (sesuai dengan upah pekerjaanya). Sedangkap pengertian Amil menurut Imam Maliki lebih spesifik yaitu pengurus zakat, penulis, pembagi, penasihat, dsb. Syarat amil harus adil dan mengetahui segala hukum yang bersangkutan dengan zakat. Secara konsep dapat dipahami bahwa dengan semakin tinggi tingkat keprofesionalan Amil akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan para Mustahiq, khususnya Amil, mengingat konsep Fikih secara jelas mencanangkan bahwa hak mereka adalah 12,5% atau 1/8 dari harta terkumpul. Ada juga beberapa Ahli Fiqh yang berbeda-beda dalam memutuskan gaji yang diberikan kepada Amil tersebut. Ada pendapat Mazhab Mâliki dan jumhur ulama’, yang mengatakan bahwa kadar upah atau gaji yang diberikan kepada mereka adalah disesuaikan dengan pekerjaan atau jabatan yang diemban yang kira-kira dengan gaji tersebut ia dapat hidup layak. Ukuran kelayakan itu sendiri sangat relatif, tergantung pada waktu dan tempat. hanya saja, Abû Hanîfah membatasi pemberian gaji atau upah Amil tersebut jangan sampai melebihi setengah dari dana yang terkumpul. Sementara itu Imam Syafi’i membolehkan pengambilan upah sebesar 1/8 (seperdelapan) dari total dana zakat yang terkumpul. Bahkan ada juga pendapat ulama sebagai bentuk hati-hati upah amil bisa diambil 10% dari total zakat yang terkumpul. Pelaksanaan zakat melalui amil zakat dari muzakki untuk kemudian disalurkan pada mustahik, menunjukkan kewajiban zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal kariatif (kedermawaan) , tetapi ia juga suatu kewajiban yang juga bersifat otoriatif (ijibari) . Pengelola zakat oleh lembaga pengelola zakat apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal akan memiliki beberapa keuntungan antara lain : 1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat. 2. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari pada muzakki. 3. Untuk mencapai efisien dan efektivitas. 4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika zakat diserahkan langsung dari muzakki kepada mustahik, meskipun secara hukum Syari’ah adalah syah, akan tetapi disamping akan terbaikkannya hal-hal tersebut diatas, juga hikmah dan fungsi zakat terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan umat . Karena adanya lembaga pengelola zakat sangat penting seperti yang telah disebutkan di atas, maka pemerintah harus memperhatikan orang-orang yang menjadi amil zakat. Mereka harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syar’i. Sukses tidaknya suatu lembaga zakat sangat tergantung pada orang yang mengelolanya (amil). Hukum Islam menekankan tanggung jawab pemerintah dalam mengumpulkan zakat dengan cara yang hak. Allah berfirman dalam Al-Qur`an surat al-Hajj (22) ayat 41 : “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”. Jika pemerintah tidak memainkan peranannya dalam mengurusi zakat, maka boleh didirikan badan, institusi, asosiasi, atau panitia yang melaksanakan tanggung jawab ini. Undang-Undang RI No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Bab III pasal 6 dan 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat dibentuk oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat didirikan oleh masyarakat. Hal ini sesuai perintah Allah bahwasannya perlu dengan adanya suatu lembaga yang mengelola dana zakat, dalam surat at taubah ayat 103 yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (dari kekikiran dan cinta berlebihan kepada harta) dan menyucikan (menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati) mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahu i”. Arti ayat di atas menjelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). Dalam khazanah hukum Islam, yang bertugas mengambil dan yang menjemput zakat adalah para petugas zakat (amil). Masyarakat yang akan mendirikan LAZ dan untuk mendapatkan izin operasionalnya dengan sah maka harus memenuhi beberapa syarat sesuai dengan UU No 38 Tahun 1999, yaitu: 1) Memiliki Badan hukum (telah tercatat di dalam akta notaris). 2) Telah berjalan selama dua tahun. 3) Memiliki data muzakki dan mustahiq setempat. 4) Memiliki laporan keuangan. 5) Bersedia untuk diaudit (bersifat terbuka atau masyarkat bisa mengetahui jalannya kegiatan BAZ atau LAZ tersebut) Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait. B. Syarat Amil Zakat Profesional Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pengelola Zakat atau ‘Amil zakat menurut Qardhawi adalah: a. Muslim. b. Mukallaf. c. Jujur. d. Memahami hukum-hukum zakat. e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya. f. Laki-laki (tidak ada persoalan laki-laki atau perempuan, semuanya bisa menjadi seorang Amil). g. Dan yang terakhir, Sebagian ulama mensyaratkan amil itu orang merdeka bukan seorang hamba. Disamping Syarat-syarat di atas, menurut kami masih ada syarat lain yang memang harus di penuhi untuk menjadi seorang Amil Zakat profesional, yakni yang meliputi kegiatan-kegiatan yang masih bersifat inti (mendasar) dalam lembaga amil zakat yaitu: penghimpunan, pengelolaan, pendayagunaan, dan pendistribusian. 1. Penghimpunan Penghimpunan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan dana ZIS dari muzakki, atau sering disebut juga dengan fundraising atau penggalangan dana. Peran fungsi dan tugas divisi atau bidang penghimpunan dikhususkan mengumpulkan dana zakat, infak, sedekah dan wakaf dari masyarakat. 2. Pengelolaan (keuangan). Seperti juga struktur keuangan lembaga yang lain, struktur keuangan zakat terdiri atas dua bidang yaitu bendahara dan akuntansi. Ada dua verifikasi yang dikerjakan yakni verifikasi penerimaan dan pengeluaran. Verifikasi penerimaan dimulai sejak dana ditransfer dari muzakki hingga masuk ke lembaga zakat. Sedangkan verifikasi pengeluaran dicermati sejak diajukan hingga pencairan dana. Bendahara (kasir) berfungsi mengeluarkan dana yang telah disetujui. Sedangkan bidang akuntansi melakukan pencatatan keluar masuknya uang. Pencatatan ini diinput dalam jurnal harian. Setelah itu diposting kedalam buku besar. Dalam kerjanya sesungguhnya akuntansi memilah atas dua segi yakni akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan dibuat sesuai pernyataan standar akuntansi, sementara akuntansi manajemen dikerjakan sesuai dengan kebutuhan lembaga. 3. Pendayagunaan Sesungguhnya jatuh bangunnya lembaga zakat terletak pada kreativitas divisi pendayagunaan, yaitu bagaimana amil (lembaga zakat) mendistribusikan zakat dengan inovasi-inovasi yang baru dan bisa memenuhi tujuan pendistribusian zakat kepada mustahiq. Pendayagunaan program pemberdayaan mustahiq merupakan inti dari zakatraising. 4. Pendistribusian Pendistribusian adalah suatu kegiatan dimana zakat bisa sampai kepada mustahiq secara tepat. Kegiatan pendistribusian sangat berkaitan dengan pendayagunaan, karena apa yang akan didistribusikan disesuaikan dengan pendayagunaan. Akan tetapi juga tidak bisa terlepas dari penghimpunan dan pengelolaan. Jika penghimpunannya tidak maksimal dan mungkin malah tidak memperoleh dana zakat sedikitpun maka tidak akan ada dana yang didistribusikan. Pendistribusian zakat ini bisa dibagi menjadi dua, yakni berupa : zakat produktif , bisa diberikan dalam bentuk heeewn pelihraan, alat untuk usaha (mesin jahit,perbengkelan). Pemberian zakat dalam bentuk ini akan mendorong orang untuk menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan pekerjaan bagi pra fakir miskin. Zakat konsumtif yang biasanya diberikan dalam bentuk beasiswa bagi para siswa yang kurang mampu, dan juga di salurkan secara langsung dalam bentuk uang, beras, ataupun bahan-bahan sembako yang lainnya. IV. KESIMPULAN Amil Zakat adalah orang yang bertugas dari penerimaan sampai dengan penyaluran Zakat kepada yang benar-benar ber-hak menerimanya. Dalam kaitannya dengan Syarat Amil Zakat Profesional itu simple saja, sebenarnya cukup kita lihat dari pada proses kinerja para Amil Zakat tersebut, Amil Zakat yang profesional pasti sudah bisa mengolah semua proses-proses yang seharusnya bisa diselesaikan dengan baik. Tidak berbelit-belit dengan dana atau zakat yang disalurkan oleh Masyarakat ataupun yang dikumpulkan dari masyarakat. V. PENUTUP Alhamdulillah, dengan ijin Allah SWT akhirnya makalah ini bisa kami selesaikan. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pencarian materi dan dalam penyampaiannya. Oleh karenanya kritik atau saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan guna mencapai kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan ilmu serta inspirasi kepada kita semua dalam menyikapi dan menghadapi pembagian dan penyaluran zakat pada khususnya. DAFTAR PUSTAKA  Ali, M. D.1988. Sitem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press.  Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani  http://www.eramuslim.com/konsultasi/zakat/arc/3  http://www.dpukaltim.org/34/138/58/Amil  Qardhawy, yusuf. 2000. Fiqh al-Zakat. Bairut : Muasasah al Risalah  UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat

Minggu, 04 Maret 2012

islam dan budaya jawa

I. PENDAHULUAN Pengaruh Islam terhadap budaya Jawa tidak ada hal ataupun sesuatu yang benar-benar menghalangi dalam proses penyebarannya. Bahkan antara kedua belah pihak nampak saling mendukung dan saling membutuhkan. Para penyebar Islam yang umumnya dipimpin para sufi yang tidak punya Ilmu untuk memerintah dan tidak ingin merebut pemerintah dari tangan Raja-raja Jawa. Mereka hanya membutuhkan perlindungan ataupun bantuan dari Pemerintah. Demikian pula para Raja-raja Jawa sangat membutuhkan dukungan Umat Islam yang sejak akhir Kerajaan Majapahit telah menjadi sebuah kekuatan yang nyata. II. PERMASALAHAN • Dalam makalah ini terdapat beberapa permasalahan, yakni: a) Pengertian, Batasan, wilayah? b) Ciri-ciri? c) Tujuan mempelajari Islam dan budaya Jawa III. ISI a) Pengertian, batasan, wilayah 1. Islam Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari tata bahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari Al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan telah ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..."Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi Agama bagimu". Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan. Secara etimologis/ secara bahasa, kata Islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata Salām yang berarti “Damai”. Kata “Muslim” (sebutan bagi pemeluk Agama Islam) juga berhubungan dengan kata Islām, kata tersebut berarti “orang yang berserah diri kepada Allah" (dalam bahasa Indonesia). Islam adalah Agama samawi terakhir, yang sempurna konsep-konsep makronya, dan dari konsep-konsep makro itu dapat ditarik konsep-konsep mikro dalam menghadapi setiap perubahan zaman dan tidak terikat dengan tempat, atau dalam menghadapi perkembangan sosial dan tekhnologi. Dalam hal ini kebenaran Islam adalah mutlak. Tapi itu tidak berarti bahwa kebenaran pemahaman kita sebagai manusia dalam mempersepsi Islam selalu benar, apalagi benar mutlak. Pemahaman kita selalu akan terbatas, termasuk terbatas kebenarannya, sesuaidengan keterbatasan kita sebagai manusia. SISTEM KAJIAN ISLAM System kajian dalam Islam pada umumnya dilakukan dalam dua macam pendekatan, yaitu: Pertama : Pendekatan historis normatif , yang melihat fenomena keislaman dari perkembangan kesejarahan,dari dimensi ajaran-ajarannya, atau pertumbuhan pemikiran-pemikiran yang melahirkan madzhab-madzhab,baik dalam bidang teologi, hukum fiqh maupun tasawuf. Pendekatan ini banyak memberikan sumbangan khazanah keilmuan normatif disamping berjasa melestarikan kesinambungan rantai pemikiran dalam Islam, sejak zaman Rasulullah s.a.w sampai masa-masa terakhir ini. Kedua : Pendekatan analisis diskriptif, yang melakukan kajian pada aspek-aspek tertentu,lebih sektoral bahkan temporal,sifatnya lebih mendasar dan lebih terinci, namun tidak mencakup jaringan yang luas, dan kadang-kadang kehilangan kaitan dengan sisi-sisi lain dari totalitas Islam itu sendiri. Masalah-masalah yang menarik dalam bahan kajian ke-Islaman selama ini,dapat dibedakan dalam tiga bidang kajian, yaitu : Pertama : Islam sebagai suatu ajaran (teologi/ilmu kalam, hukum fiqh dan tasawuf), baik dalam bentuk interpretative maupun komparatif. Kedua : Islam sebagai community atau society, termasuk masalah kepemimpinan islam. Ketiga : Islam sebagai gerakan (movement), baik sebagai gerakan poltik, militer atau kemasyarakatan. ISLAM DAN AGAMA LAIN Agama Islam jika sudah memasuki suatu daerah dapat dikatakan tidak dapat dihapus kembali dari daerah itu, dia palling tidak bertahan kalau bukan malah berkembang, kecuali di spanyol yang mempunyai kasus tersendiri. Kenyataan ini akan berbeda juka dibandingkan Agama lain, baik Agama Hindu, Yahuudi, maupun Agama Kristen yang memunayi masa dakwah jauh lebih lama dari masa dakwah yang dilakukan oleh Agama Islam. Para pengamat Agama umumnya mencatat beberapa keunggulan Islam secara conceptual, yakni : pertama, konsep teologi Islam yang berdasarkan pada prinsip Tauhid; sebagai konsep monotheisme dengan kadar paling tinggi. Konsep tauhid ini melahirkan wawasan kesatuan moral, social, ritual, bahkanmalah memberikan kesatuan identitas cultural. Kedua, konsep tentang kedudukan manusia dalam hubungsnnya dengan Tuhan, hubungannya dengan sesame manusia bahkan sesame makhluk, juga hubungannya dengan alam semesta. Ketiga,konsep keilmuan sebagai bagian integrative dari kehidupan manusia Keempat, konsep Ibadah dalam Islam, disamping menyentuh aspek-aspek ritual (ta’abudy) juga menyentuh aspek social (ijtimaiy), aspek cultural (tsaqofy). 2. Kebudayaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya didefinisikan sebagai pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah. Sedangkan, Kebudayan dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Menurut Koentjaraningrat (1980), kata budaya “Kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta budhaya, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal” sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “ daya dari budi” yang berupa cipta, karsa, karya dengan kebudayaan yang berartihasil dari cipta, karsa dan rasa . Berikut ini adalah pengertian dan definisi budaya menurut beberapa ahli : # KROEBER dan KLUCKHOHN Budaya menurut definisi deskriptif: cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk budaya Budaya menurut difinisi historis : cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialihturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya Budaya menurut definisi normatif: bisa mengambil 2 bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakn yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku Budaya menurut definisi psikologis: cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya Budaya menurut definisi struktural: mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku konkret Budaya dilihat dari definisi genetis: definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya # LEHMAN, HIMSTREET, dan BATTY Budaya diartikan sebagai sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri. Pengalaman hidup masyarakat tentu saja sangatlah banyak dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana perilaku dan keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri # MOFSTEDE Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini, bisa dikatan juga bahwa budaya adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah kita lahir di dunia # BOVEE dan THILL Budaya adalah system sharing atas simbol - simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku # MURPHY dan HILDEBRANDT Budaya diartikan sebagai tipikal karakteristik perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian in juga mengindikasikan bahwa komunikasi verbal dan non verbal dalam suatu kelompok juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan cenderung unik atau berbeda dengan yang lainnya # MITCHEL Budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar , pengetahuan, moral hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu - individu dan masyarakat, yang menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain. Dari beberapa definisi budaya menurut para ahli diatas, bisa diambil kesimpulan tentang beberapa hal penting yang dicakup dalam arti budaya yaitu: sekumpulan pengalaman hidup, pemrograman kolektif, system sharing, dan tipikal karakteristik perilaku setiap individu yang ada dalam suatu masyarakat, termasuk di dalamnya tentang bagaimana sistem nilai, norma, simbol-simbol dan kepercayaan atau keyakinan mereka masing-masing. Budaya sendiri mempunyai beberapa tingkatan yang secara praktis bisa dijelaskan seperti berikut ini: Tingkat formal Dalam tingkat formal, budaya merupakan sebuah tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara turun menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya Tingkat informal: pada tingkatan informal ini, budaya banyak diteruskan oleh suatu masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang didengar, dilihat, dipakai, dan dilakukan tanpa diketahui alasannya mengapa hal itu dilakukan Tingkat teknis: Pada tingkat teknis ini, bukti-bukti dan aturan-aturan merupakan hal yang paling penting. Sehingga terdapat penjelasan logis mengapa sesuatu harus dilakukan dan yang lain tidak boleh dilakukan. Kebudayaan sering diterjemahkan sebagai tsaqafah yang berarti tindakan menjadi lebih cerdas atau berpengetahuan. Yang lebih tepat adalah istilah Adab, yang dalam tradisi klasik berarti husn (keindahan, kebaikan), perkataan, sikap dan perbuatan, sebagaimana Nabi saw. berkata tentang dirinya :”Allah telah memberiku kebudayaanku. Ia telah membuatnya menjadi kebudayaan yang baik”. Kebudayaan adalah kesadaran akan nilai-nilai dalam kesemestaannya, yang pada tingkat terendah mengandung makna suatu kesadaran intuitif dari identitas nilai dan urutan tingkat yang sesungguhnya dari setiap nilai, serta kewajiban seseorang untuk mengejar dan mewujudkan nilai-nilai itu. Sedangkan pada tingkat tertinggi, kesadaran akan nilai menyiratkan selain yang disebut di atas, pengetahuan yang luas akan nilai-nilai, hubungan timbal-balik dan tingkatan-tingkatannya, sejarah proses perkembangan yang dengannya kesadaran akan nilai-nilai itu mencapai tingkat kesadaran tersebut di atas, dan juga komitmen kolektif kesadaran diri kearah pencapaian dan perwujudan kesemestaan nilai itu. Kebudayaan adalah perspektif kenyataan nilai yang tidak mungkin diperoleh tanpa pengamatan yang menyeluruh terhadapnya. Apa yang sering disebut Axiology monistic baik berupa tata-tingkah laku yang tumbuh pada masyarakat primitif, atau hal-hal yang secara samar-samar terdapat pada sejumlah “Isme” yang dipakai untuk modern, bukanlah kesadaran akan nilai tunggal, melainkan penyusunan kembali seluruh nilai di bawah pengaruh nilai tunggal yang dikenal oleh Aksiologi itu sebagai yang pertama, penentu dan pembatas bagi semua nilai lainnya. Karena itu, sangatlah mungkin membicarakan kebudayaan Hedonisme (yang membatasi dan menempatksan semua nilai sesuai dengan peranannya terhadap kesenangan) atau Kebudayaan Asceticism (kerahiban atau yang membatasi dan menempatkan ssemua nilai menurut peranannya terhadap penafian proses kehidupan). Masing-masing merupakan perspektif yang berbeda dari keseluruhan nilai. Hal yang sama juga berlaku bagi kebudayaan komunisme, sosialisme nasional dan demokrasi. Demikian pula halnya dengan kebudayaan-kebudayaan kelompok seperti Jerman, Italia, Perancis,India, Cina atau Jepang. Meskipun tidak sama dengan salah satu darisemua jenis kebudayaan itu, kebudayaan Islam adalah juga suatu perspektif nilai. Tulisan ini beretujuan untuk menganalisis kebudayaan Islam secara apa adanya dan membeberkan susunan terdalam dari nilai-nilai sebagaimana Islam memandangnya. 3. Jawa Jawa (Java), atau sebutan lain seperti Djawa Dwipa atau Djawi adalah pulau yang bila diukur dari titik terjauh, memiliki panjang lebih dari 1.200 km, dan memiliki lebar 500 km. Pulau ini terletak di tepi selatan kepulauan Indonesia, kurang lebih tujuh derajat sebelah selatan garis katulistiwa. Karakter khas pulau ini adalah formasi geologi tua yang dimilikinya, berupa deretan pegunungan dari Himalaya dan Pegunungan Asia Tenggara. Luas pulau ini hanya 7% dari seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Tetapi anehnya, dia memiliki penduduk hampir 60% dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara itu, yang dimaksud orang Jawa atau Javanese menurut Magnis Suseno adalah orang yang memakai bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa.2 Sementara Tony Whitten, sebagaimana dikatakan oleh Roehayat Soeriatmadja dan Suraya Afiff, The Ecology Java and Bali (1996) mengatakan bahwa penduduk asli pertama Pulau Jawa adalah mirip dengan suku Aborigin di Australia. Mereka disebut Austroloid. Namun demikian, kemudian mereka tersingkir oleh pendatang dari Asia Tenggara. Mereka tidak dapat hidup di Jawa, tetapi saat ini keturunan mereka dapat ditemukan di suku Anak Dalam atau Kubu di Sumatera Tengah atau di Indonesia bagian timur. Menurut Kuntjaraningrat dalam Javanese Culture (1985) sebagaimana disinyalir oleh Bintoro Gunadi3 bahwa pada sekitar 3.000 – 5.000 tahun lalu arus pendatang selanjutnya yang disebut proto-Malay datang ke Jawa. Keturunan mereka saat ini dapat dijumpai di Kepulauan Mentawai, Orang Jawa adalah sebutan bagi orang yang tinggal di jawadwipa atau dipulau jawa pada dulu kala,pada saat ini yang dinamakan orang Jawa adalah penduduk yang menghuni pulau Jawa bagian tengah dan timur yang disebut suku bangsa jawa dan anak keturunanya pada umumnya mereka masih melestarikan budaya,adat istiadat warisan nenek moyangnya dan berbicara bahasa Jawa. Orang Jawa terkenal karena kebudayaan seni yang sebahagian besarnya dipengaruhi agama hindu-budha, Budaya Jawa telah dibangun dalam proses historis yang sangat panjang sejak zaman Jawa klasik, jawa islam, Zaman Surakarta(Purbacaraka) bahkan sampai zaman modern sekarang ini. Proses interaksi antara islam dan budaya lokal jawa itu berlangsung terus menerus tanpa henti, kadang-kadang melalui proses integrasi, terkadang konflik, suatu jalan yang terelakkan bila penyampaian pesan-pesan islam menempuh jalan secara cultural dakwah yang sejuk dan damai,bukan jalan structural,secara politik dan militer yang keras dan panas Berbicara tentang Islam dan budaya jawa sebenarnya tidak ada benturan yang berarti diantaranya bahkan antara kedua belah pihak saling mendukung dan saling membutuhkan. Para penyebar Islam yang umumnya dipimpin para sufi tidak punya ilmu untuk memerintah dan tidak ingin merebut pemerintahan dari tangan raja-raja jawa. Mereka hanya membutuhkan perlindungan ataupun bantuan dari pemerintah.demikian pula para raja-raja Jawa sangat membutuhkan dukungan umat islam yang sejak zaman akhir kerajaan majapahit telah merupakan kekuatan yang nyata. Bagi masyarakat pesantren,agama adalah nilai nomer satu dan segalanya;sebaliknya para penguasa dan pendukung sastra sastra budaya jawa,kedudukan dan kekuasaan politik yang nomer satu dan segalanya. Sedangkan agama adalah nomer dua. Islam adalah agama yang kamil yang bisa memahami semua elemen masyarakat begitu juga yang terjadi di Jawa, proses sinkretisasi antara Islam dengan Jawa yang berlangsung lembut,menyatu,dan bersifat total,pada akhirnya menjadikan islam-jawa seakan-akan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bahkan jika kita meneropong jawa saat ini yang terlihat adalah cirri Islam yang begitu besar mempengaruhinya. Begitu juga sebaliknya jika kita meneropong Islam di Jawa,maka tradisi-tradisi jawapun sangat kental bercampur dengannya,penggabungan antara keduanya tak lebih dimaksudkan hanya untuk membentuk suatu aliran baru yang biasanya merupakan sinkretisasi antara kepercayaan-kepercayaan local dengan ajaran agama-agama Islam dan agama-agama lainnya . dari masing-masing tersebut diambil yang sesuai dengan alur pemikiran masyarakat setempat. Sinkretisme Islam-Jawa semakin mengendap tatkala kerajaan demak dipindah ke pajang dan kemudian di Mataram, dimana keduanya secara geografis terletak dipedalaman pada saat keraton berada di Demak,yang berada di bibir pantai,sehingga perokonomian digerakkan lewat perdagangan antar pulau,sehingga banyak mubaligh dari luar Jawa yang menyiarkan Agama Islam kepada masyarakat Jawa,tetepi setelah kerton pindah ke pedalaman ekonomi masyarakat lebih bertumpu pada pertanian,yang tidak memerlukan mobilitas penduduk dari satu tempat ketempat lainnya,akibatnya Islamisasi yang sudah berjalan secara evolutif,terhenti dan menyebabkan budaya serta kepercayaan lama menjadi marak kembali.artinya masyarakat kembali menjunjung tinggi adat-istiadat. Islam merupakan konsep ajaran agama yang humanis, yaitu agama yang mementingkan manusia sebagai tujuan sentral dengan mendasarkan pada konsep “humanisme teosentrik”, yaitu poros Islam adalah tauhidullah yang diarahkan untuk menciptakan kemaslahatan kehidupan dan peradaban umat manusia. Prinsip humanisme teosentrik inilah yang akan ditranformasikan sebagai nilai yang dihayati dan dilaksanakan dalam konteks masyarakat budaya. Dari sistem humanisme teosentris inilah muncul simbol-simbol yang terbentuk karena proses dialektika antara nilai agama dengan tata nilai budaya. Menurut Akbar S. Ahmed, agama termasuk Islam harus dipandang dari perspektif sosiologis sebagaimana yang dilakukan oleh Marx Weber, Emile Durkheim dan Freud. Oleh karena itu, konsep “ilmu al-‘umran” atau ilmu kemasyarakatan dalam perspektif Islam adalah suatu pandangan dunia (world view) bahwa manusia merupakan sentralitas pribadi bermoral (moral person). Selama visi tentang moral diderivasi dari konsepsi al-Qur’an dan Sunnah, maka diskursus antropologis Islam mulai meneliti orisinalitas konsep-konsep al-Qur’an. Kebudayaan humanisme teosentris dalam Islam bermuara pada konsep pembebasan (liberasi) dan emansipasi dalam konteks pergumulan dengan budaya Jawa melahirkan format kebudayaan baru yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi keabadian (transendental), dan dimensi temporal. Format kebudayaan Jawa baru tersebut pada akhirnya akan sarat dengan muatan-muatan yang bernapaskan Islam walaupun bentuk fisiknya masih mempertahankan budaya Jawa asli. Dakwah Islam dilihat dari interaksinya dengan lingkungan sosial budaya setempat, berkembang dua pendekatan, yaitu pendekatan yang non-kompromis, dan pendekatan yang kompromis. Pendekat-an non-kompromis, yaitu dakwah Islam dengan mempertahankan identitas-identitas agama, serta tidak mau menerima budaya luar kecuali budaya tersebut seirama dengan ajaran Islam; sedangkan pendekatan kompromis (akomodatif), yaitu suatu pendekatan yang berusaha menciptakan suasana damai, penuh toleransi, sedia hidup berdampingan dengan pengikut agama dan tradisi lain yang berbeda tanpa mengorbankan agama dan tradisi agama masing-masing (cultural approach). Tampaknya para wali di Jawa dalam berdakwah lebih memilih pendekatan kompromistik mengingat latar-belakang sosiologis masyarakat Jawa yang lengket tradisi nenek-moyang mereka. Para wali menyusupkan dakwah Islam di kalangan masyarakat bawah melalui daerah pesisir yang jauh dari pengawasan kerajaan Majapahit. Para wali dan segenap masyarakat pedesaan membangun tradisi budaya baru melalui pesantren sebagai basis kekuatan. Kekuatan-kekuatan yang digalang para wali pada akhirnya menandingi kekuatan wibawa kebesaran kerajaan Jawa Hindu yang makin lama makin surut dan akhirnya runtuh. Sebagai contoh tradisi slametan yang menggabungkan budaya jawa dan Islam Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah) yang berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Sementara itu, Clifford Geertz slamet berarti gak ana apa-apa (tidak ada apa-apa), atau lebih tepat “tidak akan terjadi apa-apa(pada siapa pun). Konsep tersebut dimanifestasikan melalui praktik-praktik slametan. Slametan adalah kegiatan-kegiatan komunal Jawa yang biasanya digambarkan oleh ethnografer sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah maupun di desa, bahkan memiliki skala yang lebih besar, mulai dari tedak siti (upacara menginjak tanah yang pertama), mantu (perkawinan), hingga upacara tahunan untuk memperingati ruh penjaga. Dengan demikian, slametan merupakan memiliki tujuan akan penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur umum. Di samping itu juga untuk menahan kekuatan kekacauan (tolak balak). Salam berasal dari salima – yaslamu – salaman – salamat (h) berarti selamat, bebas, menerima, rela (puas), damai.18 Terdapat 155 ayat yang secara derivatif berasal dari kata salima. QS. 7: 46, “Di antara keduanya ada batas, di atas a’raf itu ada orang yang mereka kenal, masing-masing dengan tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga dengan ‘salamun alaikum’…”. Kata salamun alaikum memiliki arti keselamatan dan rasa aman selalu menyertai kalian (penduduk surga).19 Selanjutnya, Quraish Shihab menjelaskan kata salam berarti luput dari kekurangan, kerakusan, dan aib. Kata selamat diucapkan, misalnya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi kejadian tersebut tidak mengakibatkan pada kekurangan atau kecelakaan. Salam atau damai yang demikian adalah “damai positif” dan juga “damai aktif”, yakni bukan saja terhindar dari keburukan, tetapi lebih dari itu, dapat meraih kebajikan atau kesuksesan. Kedamaian, keamanan, dan kesentausaan adalah cita-cita dan tujuan setiap makhluk hidup. Oleh karena itu, Allah mengajak hamba-Nya ke negeri yang damai (dar al-salam) (QS. Yunus: 25). Allah sendiri adalah pangkalan kedamaian, keselamatan, dan kesentausaan (QS. al-Hasyr: 23). Tanpa adanya al-Salam (Allah) atau tanpa salam (kedamaian jiwa manusia), maka semuanya akan kacau, rusak, bahkan kehidupan akan berhenti. 4. Adat Istiadat Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilau warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting. Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya. 5. Tradisi Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan. b) Ciri-Cirinya Ciri kebudayaan jawa ketika dilihat dari kemampuannya yakni membiarkan diri larut oleh kebudayaan jawa, sebagai manusia dalam lingkup alam semesta, yang diperlukan adalah cara menghadapi hidup untuk memperoleh kedamaian, keseimbangan,mendekatkan diri kepada Allah. Ciri kepasrahan total inilah yang menyebabkan Islam esetoris mampu membaur dengan kebudayaan jawa. Dengan demikian, percampuran Islam esetoris dan budaya jawa menghasilkan budaya Islam-jawa yang dinamis, yang memiliki bentuk dan makna tertentu dalam upaya mencintai Tuhan yang tunggal ( monotheis ), tidak begitu saja menghilangkan pantheis-budhiesme-india ( politheis ) dan animisme (pemuja arwah leluhur) yang melekat dalam keseharian masyarakat jawa. Dalam kehidupan orang jawa masih membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negri dan kaum terpelajar, dengan orang kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti petani, tukan-tukang dan pekerja kasar lainnya, disamping keluarga kratondan keturunan bangsawan atau bendara-bendara. Kemudian menurut criteria pemeluk agamanya, orang jawa biasanya membedakan orang santri dengan agama kejawen. c) Tujuan Mempelajari Islam Dan Budaya Jawa Dengan mempelajari Islam dan budaya Jawa kita akan diajak untuk berpikir historis dan memperoleh pemahaman bagaimana perkembangan Islam di Jawa. Selama manusia masih ingin tahu terhadap peristiwa masa lalu, selama itu pula perlunya mempelajari proses akulturasi budaya di Jawa. Kita dapat bercermin dan menilai perbuatan yang merupakan keberhasilan para penyebar Agama Islam di pulau Jawa ini, diantaranya adalah kisah tentang Walisongo yang berisi fase-fase perkembangan dakwah mereka dan sikap orang-orang yang telah menentangnya. Adapun yang termasuk kedalam kisah ini diantaranya adalah kisah Sunan kalijogo yang menyiarkan Agama Islam melalui kesenian wayang, yang ceritanya bersumber dari Serat Mahabarata dan Ramayana yang jelas-jelas Hinduisme saja dicoba untuk di-Islamkan. Misalnya dikatakan bahawa wayang itu bikinan para wali, dan bahwa raja Ngamarta punya Azimat yang sangat keramat, yaitu serat Kalimasada (Kalimat Syahadat). Lebih aneh lagi cerita dalam serat paramayoga karya Ronggowasito. Di dalam serat ini diceritakan bahwa Iblis punya anak perempuan bernama Dajlah. Tujuan lain dalam mempelajari Islam dan Budaya Jawa ialah, agar generasi sekarang dan yang akan datang bisa menjaga dan melestarikan Budaya Jawa yang dibawa para leluhur kita. Disisi lain, kita jadi bisa membedakan Budaya Jawa dengan Budaya-Budaya dari daerah lain. Bagi orang Jawa, contohlah laku yang luhr dari Raja Mataram, panmbahan Senopati. Beliau ahli tapa brata, suka bertarak menendalikan hawa nafsu, yang dilakukan siang dan malam. Beliau suka menyenangkan hati sesamanya. Semua itu bisa kita ketahui tentunya dengan mempelajari Islam dan Kebudayaan Jawa. IV. KESIMPULAN Proses dialektika Islam dengan budaya lokal Jawa yang menghasilkan produk budaya sintetis merupakan suatu keniscayaan sejarah sebagai hasil dialog Islam dengan sistem budaya lokal Jawa. Lahirnya berbagai ekspresi-ekspresi ritual yang nilai instrumentalnya produk budaya lokal, sedangkan muatan materialnya bernuansa religius Islam adalah sesuatu yang wajar dan sah adanya dengan syarat akulturasi tersebut tidak menghilangkan nilai fundamental dari ajaran agama. Masyarakat Jawa jauh sebelum datang agama yang berketuhanan seperti Hindu-Budha maupun Islam telah memiliki kepercayaan metafisik atau kekuatan di luar dirinya yang termanifestasikan dalam kepercayaan animisme-dinamisme. Setelah agama-agama tersebut datang, masyarakat Jawa terlibat dalam proses akulturasi bahkan sinkretisasi agama dan budaya, dengan dimensi dan muatan agama dan budaya Jawa sendiri. Islam sebagai salah satu agama yang hadir di Jawa juga terlibat dalam pergumulan dengan budaya lokal Jawa, dan oleh karenanya tampilan Islam di Jawa mempunyai karekteristik yang berbeda dengan tampilan di daerah lain. Fenomena ini lahir tidak lepas dari proses islamisasi yang dilakukan oleh para wali dengan menggunakan pendekatan yang memungkinkan terjadinya dialektika antara Islam dengan budaya lokal Jawa. Secara metodologis dalam hukum Islam, adat/tradisi bisa saja dijadikan sebagai dasar penetapan hukum selama adat tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Berbagai tampilan dari ekspresi keagamaan di tengah-tengah masyarakat muslim Jawa dalam berbagai bentuknya adalah bukti nyata adanya dialektika Islam dengan budaya Jawa khususnya pada aspek formal dari budaya, sedangkan aspek material diubah dengan semangat/ajaran Islam. V. PENUTUP Alhamdulillah, akhirnya makalah ini bisa kami selesaikan. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pencarian materi dan dalam penyampaiannya. Oleh karenanya kritik atau saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan guna mencapai kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan ilmu serta inspirasi kepada kita semua dalam menyikapi peran para tokoh penyebar Agama Islam di jawa khususnya. DAFTAR PUSTAKA  Beatty, Andrew.2001. Variasi Agama di Jawa; Suatu Pendekatan Antropologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada  Brotowijaya, Thomas Wiyasa. Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta : Pradnya Paramita. 1997  Clifford Geertz, The Religion of Java (Chicago: Chicago University Press, 1976)  Faruki, Ismail.R. 1984. Islam And Culture. Bandung : MIZAN  Muhammad tholhah hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Cultural. Jakarta : Lantabora press. 1987,  Munandar Sulaiman. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Bandung : Refika Aditama  Musyarof, ibtihadj. 2006. Islam Jawa-Kajian Fenomenal Tentang Pengaruh Islam dalam Budaya Jawa. Jogjakarta : Tugu Publisher