Minggu, 04 Maret 2012

islam dan budaya jawa

I. PENDAHULUAN Pengaruh Islam terhadap budaya Jawa tidak ada hal ataupun sesuatu yang benar-benar menghalangi dalam proses penyebarannya. Bahkan antara kedua belah pihak nampak saling mendukung dan saling membutuhkan. Para penyebar Islam yang umumnya dipimpin para sufi yang tidak punya Ilmu untuk memerintah dan tidak ingin merebut pemerintah dari tangan Raja-raja Jawa. Mereka hanya membutuhkan perlindungan ataupun bantuan dari Pemerintah. Demikian pula para Raja-raja Jawa sangat membutuhkan dukungan Umat Islam yang sejak akhir Kerajaan Majapahit telah menjadi sebuah kekuatan yang nyata. II. PERMASALAHAN • Dalam makalah ini terdapat beberapa permasalahan, yakni: a) Pengertian, Batasan, wilayah? b) Ciri-ciri? c) Tujuan mempelajari Islam dan budaya Jawa III. ISI a) Pengertian, batasan, wilayah 1. Islam Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari tata bahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari Al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan telah ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..."Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi Agama bagimu". Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan. Secara etimologis/ secara bahasa, kata Islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata Salām yang berarti “Damai”. Kata “Muslim” (sebutan bagi pemeluk Agama Islam) juga berhubungan dengan kata Islām, kata tersebut berarti “orang yang berserah diri kepada Allah" (dalam bahasa Indonesia). Islam adalah Agama samawi terakhir, yang sempurna konsep-konsep makronya, dan dari konsep-konsep makro itu dapat ditarik konsep-konsep mikro dalam menghadapi setiap perubahan zaman dan tidak terikat dengan tempat, atau dalam menghadapi perkembangan sosial dan tekhnologi. Dalam hal ini kebenaran Islam adalah mutlak. Tapi itu tidak berarti bahwa kebenaran pemahaman kita sebagai manusia dalam mempersepsi Islam selalu benar, apalagi benar mutlak. Pemahaman kita selalu akan terbatas, termasuk terbatas kebenarannya, sesuaidengan keterbatasan kita sebagai manusia. SISTEM KAJIAN ISLAM System kajian dalam Islam pada umumnya dilakukan dalam dua macam pendekatan, yaitu: Pertama : Pendekatan historis normatif , yang melihat fenomena keislaman dari perkembangan kesejarahan,dari dimensi ajaran-ajarannya, atau pertumbuhan pemikiran-pemikiran yang melahirkan madzhab-madzhab,baik dalam bidang teologi, hukum fiqh maupun tasawuf. Pendekatan ini banyak memberikan sumbangan khazanah keilmuan normatif disamping berjasa melestarikan kesinambungan rantai pemikiran dalam Islam, sejak zaman Rasulullah s.a.w sampai masa-masa terakhir ini. Kedua : Pendekatan analisis diskriptif, yang melakukan kajian pada aspek-aspek tertentu,lebih sektoral bahkan temporal,sifatnya lebih mendasar dan lebih terinci, namun tidak mencakup jaringan yang luas, dan kadang-kadang kehilangan kaitan dengan sisi-sisi lain dari totalitas Islam itu sendiri. Masalah-masalah yang menarik dalam bahan kajian ke-Islaman selama ini,dapat dibedakan dalam tiga bidang kajian, yaitu : Pertama : Islam sebagai suatu ajaran (teologi/ilmu kalam, hukum fiqh dan tasawuf), baik dalam bentuk interpretative maupun komparatif. Kedua : Islam sebagai community atau society, termasuk masalah kepemimpinan islam. Ketiga : Islam sebagai gerakan (movement), baik sebagai gerakan poltik, militer atau kemasyarakatan. ISLAM DAN AGAMA LAIN Agama Islam jika sudah memasuki suatu daerah dapat dikatakan tidak dapat dihapus kembali dari daerah itu, dia palling tidak bertahan kalau bukan malah berkembang, kecuali di spanyol yang mempunyai kasus tersendiri. Kenyataan ini akan berbeda juka dibandingkan Agama lain, baik Agama Hindu, Yahuudi, maupun Agama Kristen yang memunayi masa dakwah jauh lebih lama dari masa dakwah yang dilakukan oleh Agama Islam. Para pengamat Agama umumnya mencatat beberapa keunggulan Islam secara conceptual, yakni : pertama, konsep teologi Islam yang berdasarkan pada prinsip Tauhid; sebagai konsep monotheisme dengan kadar paling tinggi. Konsep tauhid ini melahirkan wawasan kesatuan moral, social, ritual, bahkanmalah memberikan kesatuan identitas cultural. Kedua, konsep tentang kedudukan manusia dalam hubungsnnya dengan Tuhan, hubungannya dengan sesame manusia bahkan sesame makhluk, juga hubungannya dengan alam semesta. Ketiga,konsep keilmuan sebagai bagian integrative dari kehidupan manusia Keempat, konsep Ibadah dalam Islam, disamping menyentuh aspek-aspek ritual (ta’abudy) juga menyentuh aspek social (ijtimaiy), aspek cultural (tsaqofy). 2. Kebudayaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya didefinisikan sebagai pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah. Sedangkan, Kebudayan dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Menurut Koentjaraningrat (1980), kata budaya “Kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta budhaya, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal” sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “ daya dari budi” yang berupa cipta, karsa, karya dengan kebudayaan yang berartihasil dari cipta, karsa dan rasa . Berikut ini adalah pengertian dan definisi budaya menurut beberapa ahli : # KROEBER dan KLUCKHOHN Budaya menurut definisi deskriptif: cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk budaya Budaya menurut difinisi historis : cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialihturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya Budaya menurut definisi normatif: bisa mengambil 2 bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakn yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku Budaya menurut definisi psikologis: cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya Budaya menurut definisi struktural: mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku konkret Budaya dilihat dari definisi genetis: definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya # LEHMAN, HIMSTREET, dan BATTY Budaya diartikan sebagai sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri. Pengalaman hidup masyarakat tentu saja sangatlah banyak dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana perilaku dan keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri # MOFSTEDE Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini, bisa dikatan juga bahwa budaya adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah kita lahir di dunia # BOVEE dan THILL Budaya adalah system sharing atas simbol - simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku # MURPHY dan HILDEBRANDT Budaya diartikan sebagai tipikal karakteristik perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian in juga mengindikasikan bahwa komunikasi verbal dan non verbal dalam suatu kelompok juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan cenderung unik atau berbeda dengan yang lainnya # MITCHEL Budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar , pengetahuan, moral hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu - individu dan masyarakat, yang menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain. Dari beberapa definisi budaya menurut para ahli diatas, bisa diambil kesimpulan tentang beberapa hal penting yang dicakup dalam arti budaya yaitu: sekumpulan pengalaman hidup, pemrograman kolektif, system sharing, dan tipikal karakteristik perilaku setiap individu yang ada dalam suatu masyarakat, termasuk di dalamnya tentang bagaimana sistem nilai, norma, simbol-simbol dan kepercayaan atau keyakinan mereka masing-masing. Budaya sendiri mempunyai beberapa tingkatan yang secara praktis bisa dijelaskan seperti berikut ini: Tingkat formal Dalam tingkat formal, budaya merupakan sebuah tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara turun menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya Tingkat informal: pada tingkatan informal ini, budaya banyak diteruskan oleh suatu masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang didengar, dilihat, dipakai, dan dilakukan tanpa diketahui alasannya mengapa hal itu dilakukan Tingkat teknis: Pada tingkat teknis ini, bukti-bukti dan aturan-aturan merupakan hal yang paling penting. Sehingga terdapat penjelasan logis mengapa sesuatu harus dilakukan dan yang lain tidak boleh dilakukan. Kebudayaan sering diterjemahkan sebagai tsaqafah yang berarti tindakan menjadi lebih cerdas atau berpengetahuan. Yang lebih tepat adalah istilah Adab, yang dalam tradisi klasik berarti husn (keindahan, kebaikan), perkataan, sikap dan perbuatan, sebagaimana Nabi saw. berkata tentang dirinya :”Allah telah memberiku kebudayaanku. Ia telah membuatnya menjadi kebudayaan yang baik”. Kebudayaan adalah kesadaran akan nilai-nilai dalam kesemestaannya, yang pada tingkat terendah mengandung makna suatu kesadaran intuitif dari identitas nilai dan urutan tingkat yang sesungguhnya dari setiap nilai, serta kewajiban seseorang untuk mengejar dan mewujudkan nilai-nilai itu. Sedangkan pada tingkat tertinggi, kesadaran akan nilai menyiratkan selain yang disebut di atas, pengetahuan yang luas akan nilai-nilai, hubungan timbal-balik dan tingkatan-tingkatannya, sejarah proses perkembangan yang dengannya kesadaran akan nilai-nilai itu mencapai tingkat kesadaran tersebut di atas, dan juga komitmen kolektif kesadaran diri kearah pencapaian dan perwujudan kesemestaan nilai itu. Kebudayaan adalah perspektif kenyataan nilai yang tidak mungkin diperoleh tanpa pengamatan yang menyeluruh terhadapnya. Apa yang sering disebut Axiology monistic baik berupa tata-tingkah laku yang tumbuh pada masyarakat primitif, atau hal-hal yang secara samar-samar terdapat pada sejumlah “Isme” yang dipakai untuk modern, bukanlah kesadaran akan nilai tunggal, melainkan penyusunan kembali seluruh nilai di bawah pengaruh nilai tunggal yang dikenal oleh Aksiologi itu sebagai yang pertama, penentu dan pembatas bagi semua nilai lainnya. Karena itu, sangatlah mungkin membicarakan kebudayaan Hedonisme (yang membatasi dan menempatksan semua nilai sesuai dengan peranannya terhadap kesenangan) atau Kebudayaan Asceticism (kerahiban atau yang membatasi dan menempatkan ssemua nilai menurut peranannya terhadap penafian proses kehidupan). Masing-masing merupakan perspektif yang berbeda dari keseluruhan nilai. Hal yang sama juga berlaku bagi kebudayaan komunisme, sosialisme nasional dan demokrasi. Demikian pula halnya dengan kebudayaan-kebudayaan kelompok seperti Jerman, Italia, Perancis,India, Cina atau Jepang. Meskipun tidak sama dengan salah satu darisemua jenis kebudayaan itu, kebudayaan Islam adalah juga suatu perspektif nilai. Tulisan ini beretujuan untuk menganalisis kebudayaan Islam secara apa adanya dan membeberkan susunan terdalam dari nilai-nilai sebagaimana Islam memandangnya. 3. Jawa Jawa (Java), atau sebutan lain seperti Djawa Dwipa atau Djawi adalah pulau yang bila diukur dari titik terjauh, memiliki panjang lebih dari 1.200 km, dan memiliki lebar 500 km. Pulau ini terletak di tepi selatan kepulauan Indonesia, kurang lebih tujuh derajat sebelah selatan garis katulistiwa. Karakter khas pulau ini adalah formasi geologi tua yang dimilikinya, berupa deretan pegunungan dari Himalaya dan Pegunungan Asia Tenggara. Luas pulau ini hanya 7% dari seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Tetapi anehnya, dia memiliki penduduk hampir 60% dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara itu, yang dimaksud orang Jawa atau Javanese menurut Magnis Suseno adalah orang yang memakai bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa.2 Sementara Tony Whitten, sebagaimana dikatakan oleh Roehayat Soeriatmadja dan Suraya Afiff, The Ecology Java and Bali (1996) mengatakan bahwa penduduk asli pertama Pulau Jawa adalah mirip dengan suku Aborigin di Australia. Mereka disebut Austroloid. Namun demikian, kemudian mereka tersingkir oleh pendatang dari Asia Tenggara. Mereka tidak dapat hidup di Jawa, tetapi saat ini keturunan mereka dapat ditemukan di suku Anak Dalam atau Kubu di Sumatera Tengah atau di Indonesia bagian timur. Menurut Kuntjaraningrat dalam Javanese Culture (1985) sebagaimana disinyalir oleh Bintoro Gunadi3 bahwa pada sekitar 3.000 – 5.000 tahun lalu arus pendatang selanjutnya yang disebut proto-Malay datang ke Jawa. Keturunan mereka saat ini dapat dijumpai di Kepulauan Mentawai, Orang Jawa adalah sebutan bagi orang yang tinggal di jawadwipa atau dipulau jawa pada dulu kala,pada saat ini yang dinamakan orang Jawa adalah penduduk yang menghuni pulau Jawa bagian tengah dan timur yang disebut suku bangsa jawa dan anak keturunanya pada umumnya mereka masih melestarikan budaya,adat istiadat warisan nenek moyangnya dan berbicara bahasa Jawa. Orang Jawa terkenal karena kebudayaan seni yang sebahagian besarnya dipengaruhi agama hindu-budha, Budaya Jawa telah dibangun dalam proses historis yang sangat panjang sejak zaman Jawa klasik, jawa islam, Zaman Surakarta(Purbacaraka) bahkan sampai zaman modern sekarang ini. Proses interaksi antara islam dan budaya lokal jawa itu berlangsung terus menerus tanpa henti, kadang-kadang melalui proses integrasi, terkadang konflik, suatu jalan yang terelakkan bila penyampaian pesan-pesan islam menempuh jalan secara cultural dakwah yang sejuk dan damai,bukan jalan structural,secara politik dan militer yang keras dan panas Berbicara tentang Islam dan budaya jawa sebenarnya tidak ada benturan yang berarti diantaranya bahkan antara kedua belah pihak saling mendukung dan saling membutuhkan. Para penyebar Islam yang umumnya dipimpin para sufi tidak punya ilmu untuk memerintah dan tidak ingin merebut pemerintahan dari tangan raja-raja jawa. Mereka hanya membutuhkan perlindungan ataupun bantuan dari pemerintah.demikian pula para raja-raja Jawa sangat membutuhkan dukungan umat islam yang sejak zaman akhir kerajaan majapahit telah merupakan kekuatan yang nyata. Bagi masyarakat pesantren,agama adalah nilai nomer satu dan segalanya;sebaliknya para penguasa dan pendukung sastra sastra budaya jawa,kedudukan dan kekuasaan politik yang nomer satu dan segalanya. Sedangkan agama adalah nomer dua. Islam adalah agama yang kamil yang bisa memahami semua elemen masyarakat begitu juga yang terjadi di Jawa, proses sinkretisasi antara Islam dengan Jawa yang berlangsung lembut,menyatu,dan bersifat total,pada akhirnya menjadikan islam-jawa seakan-akan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bahkan jika kita meneropong jawa saat ini yang terlihat adalah cirri Islam yang begitu besar mempengaruhinya. Begitu juga sebaliknya jika kita meneropong Islam di Jawa,maka tradisi-tradisi jawapun sangat kental bercampur dengannya,penggabungan antara keduanya tak lebih dimaksudkan hanya untuk membentuk suatu aliran baru yang biasanya merupakan sinkretisasi antara kepercayaan-kepercayaan local dengan ajaran agama-agama Islam dan agama-agama lainnya . dari masing-masing tersebut diambil yang sesuai dengan alur pemikiran masyarakat setempat. Sinkretisme Islam-Jawa semakin mengendap tatkala kerajaan demak dipindah ke pajang dan kemudian di Mataram, dimana keduanya secara geografis terletak dipedalaman pada saat keraton berada di Demak,yang berada di bibir pantai,sehingga perokonomian digerakkan lewat perdagangan antar pulau,sehingga banyak mubaligh dari luar Jawa yang menyiarkan Agama Islam kepada masyarakat Jawa,tetepi setelah kerton pindah ke pedalaman ekonomi masyarakat lebih bertumpu pada pertanian,yang tidak memerlukan mobilitas penduduk dari satu tempat ketempat lainnya,akibatnya Islamisasi yang sudah berjalan secara evolutif,terhenti dan menyebabkan budaya serta kepercayaan lama menjadi marak kembali.artinya masyarakat kembali menjunjung tinggi adat-istiadat. Islam merupakan konsep ajaran agama yang humanis, yaitu agama yang mementingkan manusia sebagai tujuan sentral dengan mendasarkan pada konsep “humanisme teosentrik”, yaitu poros Islam adalah tauhidullah yang diarahkan untuk menciptakan kemaslahatan kehidupan dan peradaban umat manusia. Prinsip humanisme teosentrik inilah yang akan ditranformasikan sebagai nilai yang dihayati dan dilaksanakan dalam konteks masyarakat budaya. Dari sistem humanisme teosentris inilah muncul simbol-simbol yang terbentuk karena proses dialektika antara nilai agama dengan tata nilai budaya. Menurut Akbar S. Ahmed, agama termasuk Islam harus dipandang dari perspektif sosiologis sebagaimana yang dilakukan oleh Marx Weber, Emile Durkheim dan Freud. Oleh karena itu, konsep “ilmu al-‘umran” atau ilmu kemasyarakatan dalam perspektif Islam adalah suatu pandangan dunia (world view) bahwa manusia merupakan sentralitas pribadi bermoral (moral person). Selama visi tentang moral diderivasi dari konsepsi al-Qur’an dan Sunnah, maka diskursus antropologis Islam mulai meneliti orisinalitas konsep-konsep al-Qur’an. Kebudayaan humanisme teosentris dalam Islam bermuara pada konsep pembebasan (liberasi) dan emansipasi dalam konteks pergumulan dengan budaya Jawa melahirkan format kebudayaan baru yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi keabadian (transendental), dan dimensi temporal. Format kebudayaan Jawa baru tersebut pada akhirnya akan sarat dengan muatan-muatan yang bernapaskan Islam walaupun bentuk fisiknya masih mempertahankan budaya Jawa asli. Dakwah Islam dilihat dari interaksinya dengan lingkungan sosial budaya setempat, berkembang dua pendekatan, yaitu pendekatan yang non-kompromis, dan pendekatan yang kompromis. Pendekat-an non-kompromis, yaitu dakwah Islam dengan mempertahankan identitas-identitas agama, serta tidak mau menerima budaya luar kecuali budaya tersebut seirama dengan ajaran Islam; sedangkan pendekatan kompromis (akomodatif), yaitu suatu pendekatan yang berusaha menciptakan suasana damai, penuh toleransi, sedia hidup berdampingan dengan pengikut agama dan tradisi lain yang berbeda tanpa mengorbankan agama dan tradisi agama masing-masing (cultural approach). Tampaknya para wali di Jawa dalam berdakwah lebih memilih pendekatan kompromistik mengingat latar-belakang sosiologis masyarakat Jawa yang lengket tradisi nenek-moyang mereka. Para wali menyusupkan dakwah Islam di kalangan masyarakat bawah melalui daerah pesisir yang jauh dari pengawasan kerajaan Majapahit. Para wali dan segenap masyarakat pedesaan membangun tradisi budaya baru melalui pesantren sebagai basis kekuatan. Kekuatan-kekuatan yang digalang para wali pada akhirnya menandingi kekuatan wibawa kebesaran kerajaan Jawa Hindu yang makin lama makin surut dan akhirnya runtuh. Sebagai contoh tradisi slametan yang menggabungkan budaya jawa dan Islam Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah) yang berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Sementara itu, Clifford Geertz slamet berarti gak ana apa-apa (tidak ada apa-apa), atau lebih tepat “tidak akan terjadi apa-apa(pada siapa pun). Konsep tersebut dimanifestasikan melalui praktik-praktik slametan. Slametan adalah kegiatan-kegiatan komunal Jawa yang biasanya digambarkan oleh ethnografer sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah maupun di desa, bahkan memiliki skala yang lebih besar, mulai dari tedak siti (upacara menginjak tanah yang pertama), mantu (perkawinan), hingga upacara tahunan untuk memperingati ruh penjaga. Dengan demikian, slametan merupakan memiliki tujuan akan penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur umum. Di samping itu juga untuk menahan kekuatan kekacauan (tolak balak). Salam berasal dari salima – yaslamu – salaman – salamat (h) berarti selamat, bebas, menerima, rela (puas), damai.18 Terdapat 155 ayat yang secara derivatif berasal dari kata salima. QS. 7: 46, “Di antara keduanya ada batas, di atas a’raf itu ada orang yang mereka kenal, masing-masing dengan tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga dengan ‘salamun alaikum’…”. Kata salamun alaikum memiliki arti keselamatan dan rasa aman selalu menyertai kalian (penduduk surga).19 Selanjutnya, Quraish Shihab menjelaskan kata salam berarti luput dari kekurangan, kerakusan, dan aib. Kata selamat diucapkan, misalnya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi kejadian tersebut tidak mengakibatkan pada kekurangan atau kecelakaan. Salam atau damai yang demikian adalah “damai positif” dan juga “damai aktif”, yakni bukan saja terhindar dari keburukan, tetapi lebih dari itu, dapat meraih kebajikan atau kesuksesan. Kedamaian, keamanan, dan kesentausaan adalah cita-cita dan tujuan setiap makhluk hidup. Oleh karena itu, Allah mengajak hamba-Nya ke negeri yang damai (dar al-salam) (QS. Yunus: 25). Allah sendiri adalah pangkalan kedamaian, keselamatan, dan kesentausaan (QS. al-Hasyr: 23). Tanpa adanya al-Salam (Allah) atau tanpa salam (kedamaian jiwa manusia), maka semuanya akan kacau, rusak, bahkan kehidupan akan berhenti. 4. Adat Istiadat Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilau warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting. Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya. 5. Tradisi Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan. b) Ciri-Cirinya Ciri kebudayaan jawa ketika dilihat dari kemampuannya yakni membiarkan diri larut oleh kebudayaan jawa, sebagai manusia dalam lingkup alam semesta, yang diperlukan adalah cara menghadapi hidup untuk memperoleh kedamaian, keseimbangan,mendekatkan diri kepada Allah. Ciri kepasrahan total inilah yang menyebabkan Islam esetoris mampu membaur dengan kebudayaan jawa. Dengan demikian, percampuran Islam esetoris dan budaya jawa menghasilkan budaya Islam-jawa yang dinamis, yang memiliki bentuk dan makna tertentu dalam upaya mencintai Tuhan yang tunggal ( monotheis ), tidak begitu saja menghilangkan pantheis-budhiesme-india ( politheis ) dan animisme (pemuja arwah leluhur) yang melekat dalam keseharian masyarakat jawa. Dalam kehidupan orang jawa masih membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negri dan kaum terpelajar, dengan orang kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti petani, tukan-tukang dan pekerja kasar lainnya, disamping keluarga kratondan keturunan bangsawan atau bendara-bendara. Kemudian menurut criteria pemeluk agamanya, orang jawa biasanya membedakan orang santri dengan agama kejawen. c) Tujuan Mempelajari Islam Dan Budaya Jawa Dengan mempelajari Islam dan budaya Jawa kita akan diajak untuk berpikir historis dan memperoleh pemahaman bagaimana perkembangan Islam di Jawa. Selama manusia masih ingin tahu terhadap peristiwa masa lalu, selama itu pula perlunya mempelajari proses akulturasi budaya di Jawa. Kita dapat bercermin dan menilai perbuatan yang merupakan keberhasilan para penyebar Agama Islam di pulau Jawa ini, diantaranya adalah kisah tentang Walisongo yang berisi fase-fase perkembangan dakwah mereka dan sikap orang-orang yang telah menentangnya. Adapun yang termasuk kedalam kisah ini diantaranya adalah kisah Sunan kalijogo yang menyiarkan Agama Islam melalui kesenian wayang, yang ceritanya bersumber dari Serat Mahabarata dan Ramayana yang jelas-jelas Hinduisme saja dicoba untuk di-Islamkan. Misalnya dikatakan bahawa wayang itu bikinan para wali, dan bahwa raja Ngamarta punya Azimat yang sangat keramat, yaitu serat Kalimasada (Kalimat Syahadat). Lebih aneh lagi cerita dalam serat paramayoga karya Ronggowasito. Di dalam serat ini diceritakan bahwa Iblis punya anak perempuan bernama Dajlah. Tujuan lain dalam mempelajari Islam dan Budaya Jawa ialah, agar generasi sekarang dan yang akan datang bisa menjaga dan melestarikan Budaya Jawa yang dibawa para leluhur kita. Disisi lain, kita jadi bisa membedakan Budaya Jawa dengan Budaya-Budaya dari daerah lain. Bagi orang Jawa, contohlah laku yang luhr dari Raja Mataram, panmbahan Senopati. Beliau ahli tapa brata, suka bertarak menendalikan hawa nafsu, yang dilakukan siang dan malam. Beliau suka menyenangkan hati sesamanya. Semua itu bisa kita ketahui tentunya dengan mempelajari Islam dan Kebudayaan Jawa. IV. KESIMPULAN Proses dialektika Islam dengan budaya lokal Jawa yang menghasilkan produk budaya sintetis merupakan suatu keniscayaan sejarah sebagai hasil dialog Islam dengan sistem budaya lokal Jawa. Lahirnya berbagai ekspresi-ekspresi ritual yang nilai instrumentalnya produk budaya lokal, sedangkan muatan materialnya bernuansa religius Islam adalah sesuatu yang wajar dan sah adanya dengan syarat akulturasi tersebut tidak menghilangkan nilai fundamental dari ajaran agama. Masyarakat Jawa jauh sebelum datang agama yang berketuhanan seperti Hindu-Budha maupun Islam telah memiliki kepercayaan metafisik atau kekuatan di luar dirinya yang termanifestasikan dalam kepercayaan animisme-dinamisme. Setelah agama-agama tersebut datang, masyarakat Jawa terlibat dalam proses akulturasi bahkan sinkretisasi agama dan budaya, dengan dimensi dan muatan agama dan budaya Jawa sendiri. Islam sebagai salah satu agama yang hadir di Jawa juga terlibat dalam pergumulan dengan budaya lokal Jawa, dan oleh karenanya tampilan Islam di Jawa mempunyai karekteristik yang berbeda dengan tampilan di daerah lain. Fenomena ini lahir tidak lepas dari proses islamisasi yang dilakukan oleh para wali dengan menggunakan pendekatan yang memungkinkan terjadinya dialektika antara Islam dengan budaya lokal Jawa. Secara metodologis dalam hukum Islam, adat/tradisi bisa saja dijadikan sebagai dasar penetapan hukum selama adat tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Berbagai tampilan dari ekspresi keagamaan di tengah-tengah masyarakat muslim Jawa dalam berbagai bentuknya adalah bukti nyata adanya dialektika Islam dengan budaya Jawa khususnya pada aspek formal dari budaya, sedangkan aspek material diubah dengan semangat/ajaran Islam. V. PENUTUP Alhamdulillah, akhirnya makalah ini bisa kami selesaikan. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pencarian materi dan dalam penyampaiannya. Oleh karenanya kritik atau saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan guna mencapai kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan ilmu serta inspirasi kepada kita semua dalam menyikapi peran para tokoh penyebar Agama Islam di jawa khususnya. DAFTAR PUSTAKA  Beatty, Andrew.2001. Variasi Agama di Jawa; Suatu Pendekatan Antropologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada  Brotowijaya, Thomas Wiyasa. Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta : Pradnya Paramita. 1997  Clifford Geertz, The Religion of Java (Chicago: Chicago University Press, 1976)  Faruki, Ismail.R. 1984. Islam And Culture. Bandung : MIZAN  Muhammad tholhah hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Cultural. Jakarta : Lantabora press. 1987,  Munandar Sulaiman. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Bandung : Refika Aditama  Musyarof, ibtihadj. 2006. Islam Jawa-Kajian Fenomenal Tentang Pengaruh Islam dalam Budaya Jawa. Jogjakarta : Tugu Publisher

Tidak ada komentar:

Posting Komentar